Atisha Dīpaṃkara Śrījñāna - himalayanart.com |
(Bengali: অতীশ দীপঙ্কর শ্রীজ্ঞান Ôtish Dipôngkor Srigên, IAST: Dīpaṃkara- śrījñāna Atiśa; Chinese: 燃燈吉祥智; pinyin: Rándēng Jíxiángzhì)
(980-1054 M)
Adalah seorang pangeran dari sebuah kerajaan yang kaya-raya di Jahor, Kota BengaIi, India Bagian Timur. Beliau merupakan anak dari Raja Kalyana dan Ratu Prabhawati dengan istana yang dimahkotai dengan 13 atap emas dan 25.000 panji-panji emas yang dikenal dengan Istana Panji Emas. (ada versi berbeda tentang orangtuanya - Admin)
Beliau sangat diharapkan oleh orang tuanya dapat menggantikan posisi ayahandanya sebagai raja. Namun semenjak memimpikan sosok Buddha (Yidam) Tara yang menampakkan diri dalam mimpinya, Atisha merasa betul-betul yakin bahwa ia harus menemukan seorang guru rohani.
Hal ini mendapat tantangan dari orang tuanya yang menaruh harapan besar padanya. Tetapi dengan saran dari Guru Rahulagupta, di Gunung Hitam untuk mengamalkan latihan Hevajra, yaitu sosok Buddha yang akan menjadi tempatnya untuk mengikatkan pikiran.
Rahulagupta kemudian mengirim Atisha kembali ke istana dengan delapan pengikutnya, empat laki-laki dan empat perempuan, berpakaian compang-camping dengan hiasan tulang.
Selama tiga bulan, Atisha tinggal di lingkungan istana dengan kawan-kawan barunya yang aneh ini, berperilaku dalam sikap yang sepenuhnya tak biasa dan kurang ajar. Pada akhirnya, orang tua Atisha terpaksa menghapus semua harapan atas putra berharga mereka.
Mengira Atisha telah gila, mereka memberikan izin penuh baginya untuk pergi bersama kawan - kawannya yang berperawakan menjijikkan itu dan menghilang untuk selamanya.
Setelah belajar dengan banyak guru, Atisha menjadi agak congkak dengan pengetahuan luasnya itu. Tapi kemudian, ia menerima penglihatan murni dari Dakini, seorang perawan Samawi yang memegang banyak jilid aliran abadi dari sistem Tantra.
Ia berkata pada Atisha, “Di tanahmu, hanya ada sedikit naskah semacam itu, tapi di tanah kami ada begitu banyak.” Setelah itu, kecongkakan Atisha mengempis.
ketika sedang mengelilingi tugu peninggalan stupa besar untuk menghormati Buddha, Atisha mendengar sebuah patung berbicara padanya, “O Biksu Fakir, jika kamu ingin mewujudkan daya terpenuhmu dengan cepat, berlatihlah dalam Cinta, Welas Asih, dan Bodhicita.”
Saat itu, guru paling tenar yang mengampu ajaran lengkap tentang cara menumbuhkan Bodhicita adalah Sherling-Pa Dharmakirti, Guru Mahamulia dari Suwarnadwipa, Pulau Emas. Atisha pun berangkat dengan kapal dagang ke Pulau Emas dengan 125 biksu muridnya.
To Be Continued
0 komentar:
Post a Comment