|
Perjalanan Laut Menuju Suvarnadvipa - painted by Padmasana Creative Team |
Pertalian antara penggalian arkeologis dan naskah - naskah berbahasa Cina dan Tibet tampak menunjukkan bahwa situs besar Muara Jambi, yang membentang lebih dari 3.981 are di sepanjang Batanghari, sungai terpanjang di Sumatera, telah menjadi pusat ajaran Buddha terbesar di Asia Tenggara. Situs tersebut merupakan “pertemuan pengetahuan”, dimana orang India dan Cina datang untuk belajar atau berdagang dengan berlayar melalui “jalur laut agama Buddha” ini, istilah yang tidak setenar jalur sutera benua – jalur yang bisa juga disebut “jalur emas” karena para pedagang dari seluruh Asia datang kemari untuk mencari logam mulia ini. Demikianlah nama Suvarnadvipa, yang dalam bahasa Sanskerta berarti ‘pulau emas’, digunakan untuk menyebut pulau yang sekarang bernama Sumatera ini. (Inandiak, 2014)
Marco Polo, penjelajah dunia terkenal, menceritakan tentang keberadaan satu pelabuhan di kerajaan besar yang dipimpin oleh seorang raja yang kaya, mempunyai kota yang tertata dengan baik, di pesisir pantai pulau Sumatra dengan nama MALAIUR, yang termuat dalam catatan perjalanannya The Travels of Marco Polo (1254-1324 M)/ Book 3/ Chapter 8, yaitu :
"And when you have gone these 60 miles, and again about 30 more, you come to an Island which forms a Kingdom, and is called MALAIUR. The people have a King of their own, and a peculiar language. The city is a fine and noble one, and there is great trade carried on there. All kinds of spicery are to be found there, and all other necessaries of life"
(Dan ketika Anda pergi sejauh 60 mil, dan pergi lagi sekitar 30 lebih, Anda akan menjumpai sebuah pulau dengan sebuah kerajaan, dan disebut MALAIUR. Orang-orang disini memiliki Raja mereka sendiri, dan bahasa aneh. Kota ini adalah salah satu yang baik dan mulia, dan ada perdagangan besar dilakukan di sana. Semua jenis rempah-rempah yang dapat ditemukan di sana, dan semua keperluan hidup lainnya.)
Juga, seorang pengarung samudra dunia dari dunia Islam dan pakar antropologi pertama didunia, Abu Raihan Muhammad ibn Ahmad Al-Biruni (973 – 1048 M), memperkuat keberadaan sebuah kerajaan besar dengan pelabuhannya di pesisir pantai pulau Sumatra, berikut kutipan catatan perjalanannya dalam bukunya yang berjudul Qanun Al Masoudi, menceritakan Sanfotsi/ Zabag atau lebih dikenal dengan Suvarnadvipa:
"The eastern islands in this ocean (Sea of Champa), which are nearer to China than India, are the islands of Zabaj, called by the Hindus, Suvarnadvipa, i.e. the gold islands... because you obtain much gold as deposit if you wash only a little of the earth of that country." (1030 M)
("Pulau-pulau timur dilautan ini (Laut Cina Selatan), yang lebih dekat ke China dari India, adalah pulau Zabaj, yang disebut oleh orang Hindu sebagai Suvarnadvipa, yaitu pulau-pulau emas, karena dengan mencuci hanya sedikit dari tanahnya, akan mendapatkan sejumlah emas....")
Begitu juga dengan seorang biksu Cina yang bernama Yi - Jing atau sering dikenal sebagai I-Tsing (635-713 M), bercerita dalam catatan perjalanannya dari Cina menuju India, dalam bukunya yang berjudul India and The Malay Archipelago, dan diterjemahkan J. Takakusu, B.A., Ph.D. with a letter from the right Hon. Prof. F. Max Muller, menyebutkan :
“Before sailing twenty days the ship reached BhoGa, where I landed and stayed six months, gradually learning the Sabdavidya (Sanskrit grammar). The King gave me some support and sent me to the country of Malayu, which is now called SribhoGa², where I again stayed two months, and thence I went to Ka-cha.”
(Sebelum berlayar dua puluh hari kapal mencapai BhoGa, dimana saya mendarat dan tinggal enam bulan, (untuk) secara bertahap belajar Sabdavidya (tata bahasa Sansekerta). Raja memberi saya dukungan dan mengirim saya ke negara Malayu, yang sekarang disebut SribhoGa², di mana aku akan tinggal (selama) dua bulan, dan dari situ saya pergi ke Ka-cha.)
Timbul pertanyaan, dimanakah Negara Melayu yang disebut Sribhoga? I’Tsing pun menjelaskan dimana Sribhoga dengan kata-kata berikut :
“In the country of -Sribhoga, in the middle of the eighth month and in the middle of spring (second month), the dial casts no shadow, and a man standing has no shadow at noon. The sun passes just above the head twice a year.”
(Di negara Sribhoga, ditengah bulan kedelapan dan di tengah-tengah musim semi (bulan kedua), dial casts tidak ada bayangan, dan seorang pria berdiri tidak memiliki bayangan di siang hari. matahari melewati tepat di atas kepala dua kali setahun.)
Tempat yang Tanpa Bayangan? Kemungkinan terbesar jawaban dari misteri mencari tempat tanpa bayangan ini adalah suatu tempat yang terdekat dengan dengan garis khatulistiwa.
Definisi dalam geografi, Garis Khatulistiwa berasal dari bahasa arab ﺨﻄ ﺍﻻﺴﺘﻮﺍﺀ atau lebih dikenal dengan ekuator adalah sebuah garis imajinasi yang digambar di tengah-tengah planet di antara dua kutub dan paralel terhadap poros rotasi planet. Garis khatulistiwa ini membagi bumi menjadi dua bagian belahan bumi utara dan belahan bumi selatan. Garis ini salah satunya melintasi daerah pada koordinat 0°0′LU 98°12′BT, yaitu Sumatra dan Kepulauan Lingga (https://id.wikipedia.org/wiki/Khatulistiwa).
|
Posisi Jambi pada Garis Khatulistiwa (Equator) |
Pada daerah yang dilewati garis khatulistiwa, matahari berada tepat di atas kepala pada tengah hari dalam equinox, yaitu salah satu fenomena astronomi saat matahari melintasi garis khatulistiwa dan terjadi persilangan matahari dari atas belahan utara menuju ke atas belahan selatan dan sebaliknya, yang mengakibatkan waktu siang dan malam sama periode atau panjangnya.
Keadaan ini terjadi dua kali setiap tahun, tepatnya setiap tanggal 21 Maret, matahari bergeser dari belahan selatan ke belahan utara dan menandai datangnya musim semi di belahan utara, dinamai vernal equinox; dan tanggal 23 September, matahari bergeser dari belahan utara ke belahan selatan dan menandai datangnya musim gugur di belahan utara, yang dinamai autumnal equinox. (https://sains.me/2013/03/26/equinox-saat-matahari-berada-di-atas-khatulistiwa/)
Jadi, dapat disimpulkan, tempat yang terdekat dengan garis khatulistiwa dan yang pasti, memiliki bukti tinggalan peradaban yang besar sebagai indikasi tempat belajar I’Tsing adalah daerah Jambi, dengan adanya keberadaan Situs Arkeologi terluas di Indonesia, sebesar 3.981 hektar, yang mungkin akan lebih besar lagi di kemudian hari seiring dengan makin banyaknya penemuan arkeologis di luar kawasan yang telah ditetapkan sekarang ini.
Oleh
karena itu, Kompleks Percandian Muarajambi dinilai sangat penting bagi
pengungkapan sejarah salah satu peradaban dunia. Diperkirakan masih
sangat banyak bukti - bukti tinggalan yang terkubur di dalam tanah dan
di dasar sungai, yang belum diekskavasi.
Mungkinkah Muarajambi merupakan pusat pembelajaran yang disebutkan I’Tsing dan tempat Atisha Dipamkara Srijnana belajar pada Lama Serlingpa ?
BERSAMBUNG - MISTERI MUARAJAMBI : LAMA SERLINGPA 3